aswaja

aswaja

Translate

Monday, 13 October 2014

HAKIKAT IMAN

بسم لله الرحمن الرحيم

BAB I
HAKIKAT IMAN

A.      Pengertian dan hakikat  Iman
Iman secara bahasa adalah Tashdiq yang artinya membenarkan sesuatu baik itu membenarkan Nabi Muhammad saw dan lain sebagainya. Adapun pengertian iman menurut ulama Asy’ariy dan Maturidiy yaitu:
تَصْدِيْقُ نَبِـيِّـنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْ كُلِّ مَا مَجِيْئَهُ بِهِ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ
Membenarkan dengan hati kita setiap apa yang dibawa oleh  kita Muhammad saw dari pada agama Islam dengan pengetahuan yang dharuri”.
            Ada 2 pendapat tentang hakikat iman:
1.      Menurut pendapat kuat, hakikat iman itu adalah basit yang artinya tiada murakkab (tidak harus adanya iqrar dengan lisan). Maka mengikrarkan (mengucapkan) dua kalimah syahadah bukanlah bagian dari hakikat iman, tetapi mengucap dua kalimah syahadat merupakan syarat untuk melakukan  segala hukum Islam didalam dunia.
Pendapat ini juga sesuai dengan Syaikh Sa’iduddin didalam karangannya “Aqaid” . Hal ini dikarenakan Syaikh Abu Mansur menjelaskan yang bahwasanya tashdiq dengan hati itu merupakan hakikat iman karena hati merupakan bathin yang tersembuyi maka haruslah ada tanda yang menunjukkan atas adanya tasdiq yaitu dengan iqrar (mengucapkan) dua kalimah syahadat tersebut.
Maka dapat difahami, yang menjadi hakikat iman hanyalah membenarkan dengan hati saja, sedangkan mengucap dengan lisan adalah syaratnya.
Ada beberapa dalil yang menyatakan, bahwasanya hakikat iman itu adalah tashdiq dengan hati tidak harus disertai dengan iqrar:

§   
اُولَـئِكَ كُتِبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْإِيْمَاُن
“Mereka itulah yang disuratkan Allah didalam hati mereka akan keimanan”
§   
وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنّ بِاالْإِيْمَانِ
Dan hatinya tetap dengan keimanan”
§   
وَلَمَّا يُدْخِلُ الْإِيْمَانَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
Tatkala masuk iman didalam hati kamu”

            Maka dari keterangan diatas terdapat 3  penjelasan:
Ø   bagi siapa saja yang mempunyai tashdiq dengan hati dan mengikrarkan dua kalimah syahadat dengan lisan, maka orang itu dinamakan  mukmin secara zhahiriah dan bathiniyah.  Maka orang yang mukmin secara zhahir dan bathin diperlakukan secara Islam, dalam artiannya sah nikahnya dengan orang Islam, saat meninggal dikuburkan pada tempat penguburan orang Islam, menerima harta warisan, binatang yang disembelihnya dapat dimakan, dishalatkan apabila meninggal, dan sebagainya yang menyangkut masalah hukum Islam.
Ø  Bagi siapa saja yang mempunyai tashdiq dengan hati, namun tidak mengiqrarkan dengan lisannya bukan karena ada sesuatu yang mencegah dia untuk beriqrar, maka orang yang seperti ini dinamakan mukmin secara bathiniyah karena orang tersebut memiliki hakikat iman. Sedangkan secara zhahir orang tersebut tergolong kafir, dalam artian segala hukum Islam yang tersebut diatas tidak berlaku baginya. Namun demikian di akhirat kelak ia merupakan penghuni surga.
Ø  Bagi siapa saja yang tidak ada tashdiq dalam hatinya tetapi dia mengiqrar dua kalimah syadat dengan lisannya seperti kelakuan orang munafiq, maka orang tersebut tidak dinamakan mukmin secara bathiniyah. Sedangkan secara zhahir orang tersebut adalah mukmin, dalam artian bagi orang seperti demikian diberlakukan segala hukum Islam. Namun demikian, diakhirat kelak dia merupakan penghuni Neraka.

2.      Sebagian Ulama seperti Imam Abu Hanifah dan ulama kalangan Asya’irah berpendapat, bahwasanya hakikat iman itu tersusun atas 2 bagian:
Ø  Membenarkan  dengan hatinya.
Ø  Mengucapakan dengan lisannya.
            Maka berdasarkan pendapat ini, barang siapa yang mebenarkan dua kalimah syahadah dalam hatinya, namun tidak mengucapkannya, maka orang ini tidak dinamakan mukmin secara zhahir maupun bathin. Maka orang seperti ini bukan ahli Surga akan tetapi orang yang seperti demikian kekal didalam Neraka.
            Dalam pendapat ini juga terlihat jelas, yang bahwasanya beramal shalih bukanlah rukun iman, akan tetapi amal shalih menjadi menjadi syarat untuk kesempurnaan iman seseorang. Namun jika seseorang tidak berbuat amal shalih, dalam artian dia hanya membenarkan dua kalimah syahadat dalam hatinya dan mengucapkannya dengan lisan, maka orang ini tetap digolongkan kedalam mukmin, tetapi hanya saja keimanannya belum sempurna, dan orang yang demikian juga tergolong orang yang dimurkai Allah karena meninggalkan perintah. Kemudian jika orang tersebut mengerjakan perintah,  maka imannya sempurna.
            Jikalau orang yang membenarkan dua kalimah syahadat dalam hatinya dan mengupkannya dengan lisan melakukan hal yang membawaki kepada kekufuran, seperti sujud kepada berhala, membuang Al-Qur’an ketempat yang kotor, mengucapakan kata-kata yang menjadi kufur, maka orang tersebut menjadi kafir.
            Sedangkan dalam hal sujud kepada berhala bukan karena membesarkan, dan bukan karena menganggap berhala itu tuhan, tetapi hatinya masih dalam keadaan tashdiq, maka orang yang seperti demikian tidak dihukumi kepada kafir secara bathin, tetapi secara zhahir orang tersebut sudah kafir. Maka orang yang dihukumi kafir secara zhahir, orang tersebut tidak diberlakukan hukum Islam. Pendapat ini juga sesuai dengan Syaikh Ibnu Hajar didalam kitabnya “Tuhfah” yang beliau ambil didalam kitab “Muwaqif”.
            Sedangkan dalam faham Mu’tazilah mereka menyebutkan, yang bahwa hakikat iman itu tersusun atas 3 bagian:
Ø  Mengucap dengan lisan.
Ø  Membenarkan dengan hati.
Ø  Mengerjakan amal shalih.
                        Mereka mengatakan, bila seseorang mempunyai tashdiq dan iqrar namun tidak melakukan amal shalih, maka orang tersebut bukan mukmin bukan juga kafir. I’tiqad muktazilah yang seperti ini adalah i’tiqad bathil (sesat), maka tidak boleh didikuti.
                        Adapun perbedaan antara I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan I’tiqad Mu’tazilah (aliran sesat) adalah:
ü  Menurut faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ( faham Asya’irah dan Maturidiyah ), amal shalih bukanlah bagian dari hakikat iman, akan tetapi amal shalih adalah syarat dalam menyempurnakan iman.
ü  Menurut faham Mu’tazilah, amal shalih termasuk kedalam rukun iman (hakikat iman).

B.     Pengertian Islam.
          Islam secara bahasa berarti “Khudhu’”  (merendahkan diri) dan “Inqiyad” (mengikat). Sedangkan pengertian Islam secara syar’i adalah:
إِمْتِثَالُ الْمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابُ الْمَنْهِيَاتِ
“Mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang-NYA”


No comments:

Post a Comment