بسم
لله الرحمن الرحيم
BAB I
HAKIKAT IMAN
A. Pengertian dan hakikat Iman
Iman secara
bahasa adalah Tashdiq yang artinya membenarkan sesuatu baik itu
membenarkan Nabi Muhammad saw dan lain sebagainya. Adapun pengertian iman
menurut ulama Asy’ariy dan Maturidiy yaitu:
تَصْدِيْقُ نَبِـيِّـنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْ كُلِّ
مَا مَجِيْئَهُ بِهِ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ
“ Membenarkan dengan hati kita setiap apa yang
dibawa oleh kita Muhammad saw dari
pada agama Islam dengan pengetahuan yang dharuri”.
Ada
2 pendapat tentang hakikat iman:
1. Menurut pendapat kuat, hakikat iman itu adalah basit yang artinya tiada
murakkab (tidak harus adanya iqrar dengan lisan). Maka mengikrarkan
(mengucapkan) dua kalimah syahadah bukanlah bagian dari hakikat iman, tetapi
mengucap dua kalimah syahadat merupakan syarat untuk melakukan segala hukum Islam didalam dunia.
Pendapat ini juga sesuai dengan Syaikh Sa’iduddin didalam
karangannya “Aqaid” . Hal ini dikarenakan Syaikh Abu Mansur menjelaskan
yang bahwasanya tashdiq dengan hati itu merupakan hakikat iman karena hati
merupakan bathin yang tersembuyi maka haruslah ada tanda yang menunjukkan atas
adanya tasdiq yaitu dengan iqrar (mengucapkan) dua kalimah syahadat tersebut.
Maka dapat difahami, yang menjadi hakikat iman hanyalah
membenarkan dengan hati saja, sedangkan mengucap dengan lisan adalah syaratnya.
Ada beberapa dalil yang menyatakan, bahwasanya hakikat
iman itu adalah tashdiq dengan hati tidak harus disertai dengan iqrar:
§
اُولَـئِكَ كُتِبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْإِيْمَاُن
“Mereka itulah yang disuratkan Allah didalam hati
mereka akan keimanan”
§
وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنّ بِاالْإِيْمَانِ
“ Dan hatinya tetap dengan keimanan”
§
وَلَمَّا يُدْخِلُ الْإِيْمَانَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
“ Tatkala masuk iman didalam hati kamu”
Maka
dari keterangan diatas terdapat 3
penjelasan:
Ø
bagi
siapa saja yang mempunyai tashdiq dengan hati dan mengikrarkan dua kalimah
syahadat dengan lisan, maka orang itu dinamakan
mukmin secara zhahiriah dan bathiniyah. Maka orang yang mukmin secara zhahir dan
bathin diperlakukan secara Islam, dalam artiannya sah nikahnya dengan orang
Islam, saat meninggal dikuburkan pada tempat penguburan orang Islam, menerima
harta warisan, binatang yang disembelihnya dapat dimakan, dishalatkan apabila
meninggal, dan sebagainya yang menyangkut masalah hukum Islam.
Ø
Bagi siapa saja yang mempunyai tashdiq dengan
hati, namun tidak mengiqrarkan dengan lisannya bukan karena ada sesuatu yang
mencegah dia untuk beriqrar, maka orang yang seperti ini dinamakan mukmin
secara bathiniyah karena orang tersebut memiliki hakikat iman. Sedangkan secara
zhahir orang tersebut tergolong kafir, dalam artian segala hukum Islam yang
tersebut diatas tidak berlaku baginya. Namun demikian di akhirat kelak ia
merupakan penghuni surga.
Ø
Bagi siapa saja yang tidak ada tashdiq dalam
hatinya tetapi dia mengiqrar dua kalimah syadat dengan lisannya seperti
kelakuan orang munafiq, maka orang tersebut tidak dinamakan mukmin secara
bathiniyah. Sedangkan secara zhahir orang tersebut adalah mukmin, dalam artian
bagi orang seperti demikian diberlakukan segala hukum Islam. Namun demikian,
diakhirat kelak dia merupakan penghuni Neraka.
2.
Sebagian Ulama seperti Imam Abu Hanifah dan
ulama kalangan Asya’irah berpendapat, bahwasanya hakikat iman itu tersusun atas
2 bagian:
Ø
Membenarkan
dengan hatinya.
Ø
Mengucapakan dengan lisannya.
Maka
berdasarkan pendapat ini, barang siapa yang mebenarkan dua kalimah syahadah
dalam hatinya, namun tidak mengucapkannya, maka orang ini tidak dinamakan
mukmin secara zhahir maupun bathin. Maka orang seperti ini bukan ahli Surga
akan tetapi orang yang seperti demikian kekal didalam Neraka.
Dalam
pendapat ini juga terlihat jelas, yang bahwasanya beramal shalih bukanlah rukun
iman, akan tetapi amal shalih menjadi menjadi syarat untuk kesempurnaan iman
seseorang. Namun jika seseorang tidak berbuat amal shalih, dalam artian dia
hanya membenarkan dua kalimah syahadat dalam hatinya dan mengucapkannya dengan
lisan, maka orang ini tetap digolongkan kedalam mukmin, tetapi hanya saja
keimanannya belum sempurna, dan orang yang demikian juga tergolong orang yang
dimurkai Allah karena meninggalkan perintah. Kemudian jika orang tersebut
mengerjakan perintah, maka imannya
sempurna.
Jikalau
orang yang membenarkan dua kalimah syahadat dalam hatinya dan mengupkannya
dengan lisan melakukan hal yang membawaki kepada kekufuran, seperti sujud
kepada berhala, membuang Al-Qur’an ketempat yang kotor, mengucapakan kata-kata
yang menjadi kufur, maka orang tersebut menjadi kafir.
Sedangkan
dalam hal sujud kepada berhala bukan karena membesarkan, dan bukan karena
menganggap berhala itu tuhan, tetapi hatinya masih dalam keadaan tashdiq, maka
orang yang seperti demikian tidak dihukumi kepada kafir secara bathin, tetapi
secara zhahir orang tersebut sudah kafir. Maka orang yang dihukumi kafir secara
zhahir, orang tersebut tidak diberlakukan hukum Islam. Pendapat ini juga sesuai
dengan Syaikh Ibnu Hajar didalam kitabnya “Tuhfah” yang beliau ambil didalam
kitab “Muwaqif”.
Sedangkan
dalam faham Mu’tazilah mereka menyebutkan, yang bahwa hakikat iman itu tersusun
atas 3 bagian:
Ø
Mengucap dengan lisan.
Ø
Membenarkan dengan hati.
Ø
Mengerjakan amal shalih.
Mereka
mengatakan, bila seseorang mempunyai tashdiq dan iqrar namun tidak melakukan
amal shalih, maka orang tersebut bukan mukmin bukan juga kafir. I’tiqad
muktazilah yang seperti ini adalah i’tiqad bathil (sesat), maka tidak boleh
didikuti.
Adapun
perbedaan antara I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan I’tiqad Mu’tazilah
(aliran sesat) adalah:
ü
Menurut faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ( faham
Asya’irah dan Maturidiyah ), amal shalih bukanlah bagian dari hakikat iman, akan
tetapi amal shalih adalah syarat dalam menyempurnakan iman.
ü
Menurut faham Mu’tazilah, amal shalih termasuk
kedalam rukun iman (hakikat iman).
B. Pengertian Islam.
Islam
secara bahasa berarti “Khudhu’” (merendahkan
diri) dan “Inqiyad” (mengikat). Sedangkan pengertian Islam secara syar’i
adalah:
إِمْتِثَالُ الْمَأْمُوْرَاتِ وَاجْتِنَابُ الْمَنْهِيَاتِ
“Mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang-NYA”
No comments:
Post a Comment